Bagi banyak orang yang terinfeksi HIV-AIDS, kesembuhan merupakan harapan
terbesar dalam kehidupan, namun disadari bahwa ini merupakan harapan
yang belum tahu kapan menjadi sebuah kenyataan sukacita. Hidup dengan
HIV-AIDS menjadi perjuangan kemanusiaan dan juga spiritual, kehidupan
yang diperhadapkan dengan stigmatisasi dan diskriminasi masyarakat
merupakan hal yang sangat menyakitkan, diperparah dengan penolakan
orang-orang yang berlebel religius karena mengkaitkan keterpaparan
seseorang dengan perilaku tidak bermoral dan penyakit kutukan TUHAN.
Penawaran kesembuhan bagaikan secangkir air dipadang pasir bagi
orang terinfeksi HIV, dan secara psikologis ini merupakan jawaban dari
pergumulan kehidupan mereka selama ini, namun disisi lain inilah
fatamorgana. Orang yang terinfeksi HIV bersama keluarga mereka rela
membayar berapapun harga obat yang ditawarkan tanpa perduli dari mana
mereka mendapatkan uang dan apa yang akan dimakan nanti, serta kenyataan
khasiat dari obat tersebut, bagi mereka kesembuhan merupakan harga
mati.
Penawaran-penawaran kesembuhan tidak hanya datang dari para “dukun”
yang berdalih mendapat wahyu dari Yang Maha Kuasa, namun juga datang
dari para agamawan. Doa ditawarkan sebagai jalan alternative penyembuhan
ilahi dan meninggalkan pengobatan medis merupakan pembodohan iman yang
tidak realistis, yang dilakukan oleh para agamawan yang tidak memahami
masalah HIV-AIDS dan mereka yang terinfeksi.
Dalam iman Kristiani, mujisat merupakan kejadian Ilahi dalam
meneguhkan kesaksian utusan-NYA. Namun dalam banyak hal yang berhubungan
dengan kesembuhan satu penyakit tertentu, YESUS membuktikannya dalam
kehidupan kongrit melalui tangan manusia.
Peristiwa Yesus menyembuhkan seorang kusta dalam Matius 8:1-4.
Menilik dari pernyataan Tuhan Yesus pada ayat 4, “ingatlah, jangan
engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah,
perlihatkan dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang
diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka” ini menunjukan bahwa
mujisat membutuhkan pembuktian kongrit tentang kesembuhan itu sendiri.
Merujuk pada penyakit HIV dan AIDS yang disembuhkan, bukan berarti
penulis tidak mempercayai mujisat tetapi perlu adanya pembuktian medis
sebagai kekuatan penegasan dari mujisat.
Kitab Imamat pasal 13 dan 14, yang menentukan seseorang terindikasi
penyakit kusta adalah SEORANG IMAM. Dan dalam kitab Matius 8:1-4 dan
kitab Lukas 17:11-19 dengan tegas Yesus menyuruh orang kusta untuk pergi
menemui para imam, untuk membuktikan kesembuhannya.
Seseorang dinyatakan HIV Positif melalui pemeriksaan medis, dan
sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk membunuh virus HIV. Secara
iman kristiani yang mempercayai mujisat TUHAN YESUS, tidak ada yang
mustahil bagi DIA (Lukas 1:17) namun pembuktian medis yang dibutuhkan
disini sebagai bagian dari aplikasi Firman Tuhan Yesus. Sebagaimana
YESUS menyuruh orang kusta bertemu dengan para imam untuk membuktikan
kesembuhannya, maka selayaknya orang yang terinveksi HIV disuruh bertemu
dengan medis untuk membuktikan kesembuhannya baru kemudian dia
mempersembahkan korban syukur sebagaimana yang di perintahkan Musa.
Pembuktian ini penting sebagai penguatan mujisat tersebut, tanpa
pembuktian, mujisat itu hanya retorika. Inti pesan Yesus kepada orang
kusta adalah “BUKTI KESEMBUHAN” yang direkomendasikan oleh para IMAM.
Dalam konteks kasus HIV, pemeriksaan darah ulang (tes HIV) merupakan
bukti lahiriah yang menguatkan mujisat.
Dengan pemerikasaan ulang ini, kita menghindari keyakinan semu yang
lebih didasari pada sugesti “mujisat” yang akan melahirkan kekecewaan.
Dalam pemeriksaan ulang dan ternyata tidak ditemukan anti body HIV maka
disitulah kebesaran kasih dan kuasa ALLAH dipermuliakan.
Kita semua sepakat bahwa ALLAH sanggup melakukan melampaui apa yang
kita pikirkan dan doakan (Efesus 3:20) tapi salahkah kalau kita perlu
membuktikan satu mujisat sebagai bagian dari kekuatan iman?? Memang
ALLAH lebih besar dari HIV dan AIDS, tetapi kita juga mesti menyadari
bahwa dengan penyakit yang sama ALLAH mau menunjukan kuasa-NYA atas
manusia di bumi ini?
Jadi secara Alkitabiah tidak ada kontradiksi antara mujisat dan
pembuktian medis terhadap mujisat tersebut, semuanya berjalan dalam
koridor ILAHI sebagai pembuktian KUASA ALLAH, dan YESUS tidak keberatan
jika MUJISAT itu DIBUKTIKAN, malah YESUS “MEMERINTAHKAN” untuk
dibuktikan terlebih dahulu.
Dalam konteks HIV dan AIDS, mari kita buktikan kebenaran MUJISAT
kesembuhan melalui pembuktian medis sebagai kekuatan kebenaran dari
mujisat itu sendiri. Ini bukan berarti penulis tidak mempercayai mujisat
ilahi tetapi demi menghindari pola pikir yang salah di masyarakat dan
memberikan penghiburan semu kepada orang terinveksi yang kemudian
memperburuk kondisi kesehatan mereka dan pada akhirnya mereka kecewa
dengan TUHAN, karena HIV berhubungan erat dengan BIOPSIKOSOSIAL
SPIRITUAL.
Mari kita sama-sama merealisasikan kebenaran Alkitabiah dalam
realita kehidupan iman demi kemuliaan TUHAN YESUS sang Penyelamat kita
tanpa menjadikan banyak orang kecewa dengan Tuhannya karena janji semu
yang kita tawarkan.
Pdt. Sefnat JD Lobwaer.
Gembala Jemaat GSJA “Karismatik” Merauke.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berjalan bersama TUHAN - Part 7
Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...
-
Sungai Lobwaer di masa lalu berada di Wilayah Kerajaan LOBWAER namun kini berada di wilayah pemerintahan Desa Ad Ohoivit Mel ohoiru, Keca...
-
Ø Dari DOFIT II LOBWAER sampai kepada Generasi yang dipindahkan ke Renuw; 1 Generasi. Ø Dari DOFIT II LOBWAER sampai kepada G...
-
Dua belas tahun berkecimpung dengan dunia HIV, mendampingi Orang yang terinfeksi dalam Bimbingan Rohani dan Konseling Paliatif, menyiapka...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar