Selasa, 30 Desember 2014

12 Juli Bagiku; 2009 Lalu dan Saat ini

Pada tahun 2009, tepatnya Hari minggu jam 13.30 tanggal 12 Juli, aku mendapatkan kabar via telpon selulerku bahwa orang yang kukasihi dan kubanggakan dalam hidupku telah di panggil pulang oleh Bapa di Sorga.
Berita yang mengundang deraian air mata kesedihan akan kehilangan sosok yang menjadi teladanku belajar tentang Bapa di Sorga.
Tidak banyak pesan yang ditinggalkan, tetapi beberapa kerinduan hati beliau yang tak kesampaian, betapa tidak sedih, kerinduan beliau untuk merayakan Natal bersama anak-anak dan cucu-cucunya pada bulan Desember 2009 di Tual, hanya tinggal sebuah kerinduan yang terpatri indah dalam hati anak-anak.
Dalam kerinduannya untuk Natal bersama beliau harus merenovasi rumah yang beliau bangun dengan doa dan kerja keras, namun rumah itu bukan untuk dipakai merayakan Natal bersama tetapi menjadi saksi bisu dimana beliau harus terbaring kaku selama seminggu ditemani para handai taulan yang datang silih berganti untuk memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.
Kerinduan yang lain dan sangat beliau harapkan adalah menikahkan anaknya yang bungsu, sebuah kerinduan yang lahir dari ketulusan hati seorang ayah sebagai bukti tanggung jawab.
Sebuah kerinduan yang kalau dilihat sepintas sebagai sebuah kewajaran dari tindakan tanggung jawab orang tua kepada anak, tetapi bagi kami anak-anak tidak sesimpel itu, kerinduan ini merupakan kebahagian tersendiri bagi beliau, semasa hidupnya dalam tatanan adat Kei, terutama bagi kehidupan kekerabatan masyarakat Ad Ohoivit Mel Ohoiru, beliau selalu ada untuk masyarakatnya yang menghadapi masalah perkawinan bahkan tidak sedikit meringankan tangan untuk membayar harta kawin, walau dengan resiko menguras warisan tanpa memikirkan bagaimana nanti dengan anak cucunya yang di dalamnya ada anak-anak dan cucu-cucu kedua saudara perempuannya.
Maka tidak heran jika satu kerinduan terbesarnya adalah menikahkan anaknya yang bungsu karena ke 7 anaknya yang lain telah menikah, namun kehendak Bapa di Sorga lain, manusia boleh memiliki segudang kerinduan dan harapan, tetapi yang menentukan adalah Bapa di Sorga.

Peristiwa tahun 2009 lalu, dalam realita saat ini.
Aku berada dalam perjalanan pulang dari menikahkan adikku yang bungsu. Aku disalah mengerti oleh beberapa orang, kenapa harus memilih tanggal 12 Juli, kemudian tepat jam 13.30 aku menginjakan kaki di bandara Mopah Merauke, bukankah ini hari dimana berita duka itu didengar ditahun 2009 lalu?
Ya.........benar.
Tetapi hari ini juga merupakan realisasi dari kerinduan terbesar beliau, hari di mana beliau menantikannya.

Bapak..........
Aku tahu, hari ini Bapak lagi tersenyum dari Sorga di tengah kesukacitaan sorgawi.
Aku tahu..........
Sebagaimana air mataku menetes dan kata-kataku terbata karena bisa melaksanakan kerinduan Bapak,
Bapak juga demikian.
Hari ini........
Walau di tahun 2009 yang lalu airmataku tumpah dan juga hari ini...........
Namun jauh dari pengertian seorang anak akan didikanmu
Kini, kutahu semuanya
Kini kusadar semuanya, betapa didikanmu berharga dan bermakna, walau kudapati semuanya tatkala secara jasmani Bapak tidak menemaniku seperti waktu-waktu lalu.
Kubelajar dari kesabaranmu
Kubelajar dari kecintaanmu
Kubelajar dari pengorbananmu
dan kubelajar dari ketegaranmu.
Inilah makna 12 Juli bagiku.

Kata hati seorang anak.
Sefnat JD Lobwaer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berjalan bersama TUHAN - Part 7

Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...