Dua belas tahun berkecimpung dengan dunia HIV, mendampingi Orang yang
terinfeksi dalam Bimbingan Rohani dan Konseling Paliatif, menyiapkan
mereka menghadapi kematian dengan tersenyum membawaku untuk mengerti
bahwa kebanyakan dari mereka membutuhkan siraman rohani namun kenyataan
yang terjadi sangat jauh dari apa yang mereka harapkan.
Yesaya 52 : 5 – 10.........”betapa indahnya kelihatan dari puncak
bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan
memberitakan kabar baik yang mengabarkan berita selamat dan berkata
kepada Sion, Allahmu itu Raja...........”
Penantian berita damai dan kabar baik bagaikan setetes air bagi
musafir di padang gurun, namun mereka terhilang dari pelayananan
Pastoral karena Gereja sangat eksklusif, dan bahkan banyak orang berpikir bahwa mereka
adalah pendosa dan harus menerima akibat dari perbuatan mereka.
Kenyataan hidup orang terinfeksi HIV, semata-mata bukan karena
keinginan mereka atau perbuatan mereka, tapi juga bagian dari kesetiaan
mereka terhadap sebuah pernikahan dan tidak dapat menolak terlahir dari kandungan seorang ibu HIV
Positif.
“Kami tidak ingin hidup dengan HIV seperti ini, tapi kami juga tidak
bisa menolak tatkala hasil pemeriksaan menunjukan bahwa kami HIV Positif, kami
hidup dalam ketakutan akan diskriminasi............”
Kami tidak ingin diistimewakan tetapi diterima dan dilayani seperti
pelayanan pastoral kepada umat lainnya karena masalah kami bukan saja
persoalan VIRUS yang ada dalam diri kami, tetapi yang sebenrnya adalah BIOPSIKOSOSIAL
SPIRITUL” By. AW. (Dikutip langsung dari testimoni didepan para
Pendeta)
Ini harapan kecil yang disampaikan oleh seorang yang hidup dengan HIV, yang
saya dampingi waktu testimoni di depan 30 Pendeta GPI di Merauke. Harapan
yang mewakili Orang terinfeksi HIV yang merasa kehilangan sentuhan
Rohani dari pemuka Gereja.
“Sangat menyakitkan saat mendengar jeritan lapar dari anak-anakku,
dan aku hanya bisa terbaring lemah karena VIRUS HIV yang menginfeksiku
sejak tahun 2004, aku coba untuk bertahan demi kelima anak-anakku, walau
aku menyadari bahwa ada banyak tantangan yang akan aku hadapi dengan status
HIVku.....................
Aku tidak pernah minta untuk dikasihani tapi perlakukanlah aku
sebagaimana YESUS memperlakukan orang lemah” By. FB (Diungkap waktu saya
dan istri melakukan Home Visit)
Tidak pernah terpikir bahwa seorang bapak sangat tersiksa karena
tidak bisa berbuat apa-apa disaat anak-anaknya merintih kelaparan.
Cukupkah tangan kita begitu panjang untuk terulur membantu ataukah kita
seperti kisah seorang yang dilukai oleh penyamun dan ditinggalkan
sekarat kemudian dilewati begitu saja oleh seorang imam dan Lewi?
mungkinkah kita adalah orang samaria yang bermurah hati itu?
Terkadang kasih dan belas kasihan hanya bagian dari SLOGAN ROHANI yang megah namun mandul dalam realiti kehidupan bergereja.
“Ketika aku mengetahui statusku sebagai orang yang terinfeksi HIV, yang
memberatkanku adalah lingkungan.........dapatkah mereka menerima aku
apa adanya?
Aku seorang ibu rumah tangga yang hidup dengan suami dan satu anak
yang juga HIV Positif serta satu Anak HIV Negatif................yang
menyakitkan aku bukanlah statusku sebagai ibu rumah tangga yang HIV
Positif, tetapi diskriminasi !!!!! Aku punya harapan untuk terus hidup
demi anak-anakku” By. AK (Dikutip langsung saat Kunjungan Rumah)
Realita kehidupan orang terinfeksi HIV sebenarnya mendorong Gereja
untuk melihat sejauh mana pelayanan kita bangun bagi masyarakat
termarginalkan.
Dalam pendampingan kami suami istri, terdapat 22 anak HIV Positif
dan terdampak, terkadang dalam benakku, adakah masa depan bagi mereka?
Penghiburan bathin adalah Amsal 23 ayat 18, namun tangga pencapainya
harus ditata.
Matius 18 : 5 “dan barang siapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKU, ia menyambut AKU”
Lalu dimana aku ?????........ terpanggilkah aku untuk menjadi jawaban bagi masalah ini ??????
Matius 5 : 13 – 16, kehidupan tawar mereka karena dampak dari
BIOSPIKOSOSIAL SPRITUAL yang merupakan akibat langsung dari VIRUS HIV, perlu GARAM,
bahkan kebingungan mereka untuk kembali menata kehidupan karena mereka
berada dalam lembah kelam, gelap bahkan tidak memiliki harapan hidup,
mereka butuh TERANG yang dapat menerangi langkah hidup mereka, serta
membangkitkan gaerah hidup mereka.
Perjuangan mengakhiri penelantaran gereja dalam pelayanan terhadap
orang terinfeksi menyadarkanku bahwa ini adalah bagian dari pelayanan,
dan yang terindah bila mereka hidup, mereka hidup sebagai bagian utuh
dari ciptaan TUHAN dan jika mereka meninggal, mereka meninggal dengan
bermartabat.
Kuteringat akan sebuah surat dari seorang sahabat yang terinfeksi
HIV karena menerima darah donor waktu kecelakaan tahun 2001 di
Tawangmangu........
Hanya ada satu permintaanku padamu......”kalau di sekitarmu ada yang
terinfeksi HIV, jangan kau tanya kenapa dan dari mana mereka terinfeksi,
tapi......berikanlah mereka dukungan sebisamu karena itu sangat berarti
bagi mereka”
Aku di antara mereka, karena kusadari TUHAN membawaku untuk ada bersama mereka.
Steve
Pendamping Orang Terinveksi HIV
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berjalan bersama TUHAN - Part 7
Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...
-
Sungai Lobwaer di masa lalu berada di Wilayah Kerajaan LOBWAER namun kini berada di wilayah pemerintahan Desa Ad Ohoivit Mel ohoiru, Keca...
-
Ø Dari DOFIT II LOBWAER sampai kepada Generasi yang dipindahkan ke Renuw; 1 Generasi. Ø Dari DOFIT II LOBWAER sampai kepada G...
-
Dua belas tahun berkecimpung dengan dunia HIV, mendampingi Orang yang terinfeksi dalam Bimbingan Rohani dan Konseling Paliatif, menyiapka...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar