Jumat, 30 September 2016

Memulai Sesuatu

Male involvement; memulai Hal baru
Pertemuan dengan pendekatan Male Involvement pada September 2014 adalah sebuah pertentangan yang tidak bisa kuhindari.
Lahir sebagai anak lelaki tertua dan menjadi kepala marga merupakan tantangan terbesar saya, karena saya masih takut untuk menunjukan sisi lain dari kehidupan saya sesuai nilai-nilai pelibatan laki-laki.
Sejak kecil diajarkan untuk menjadi laki-laki yang tidak cengeng dan harus menjadi lengan yang kuat sebagai tempat bergantungnya saudara-saudara perempuan dan masyarakat adat di komunitas saya Ad Ohoivit Mel Ohoiru membuat penerapan nilai-nilai kelakian ortodox yang harus kuat, tidak menangis, bertanggung jawab dan pemimpin mewarnai kehidupan saya.
Male involvement membongkar gunung batu keistimewaan saya yang terbangun oleh konstruksi sosial dan budaya suku saya;
Membantu isteri menyuci
Membantu isteri mengurusi anak waktu BAB
Menyuapin anak
Menjemput anak sekolah
Beresin rumah
Adalah hal-hal yang sulit untuk di kerjakan tatkala hidup ditengah-tangah keluarga besar karena konstruksi sosial; kecintaan saya kepada isteri membuat saya untuk tidak ingin membangun konflik antara saudara-saudara perempuan saya atau keluarga besar Marga Lobwaer bersama tawun rennya dengan isteri karena pekerjaan domestik.
Membiarkan isteri bergelut sendiri dengan pekerjaan domistik untuk membenarkan konstruksi sosial adalah salah besar namun di sisi lain inilah sona aman saya yang melegalkan pembenaran diri karena pendidikan masa lalu.
BERAT MEMANG.
Saat pertama mempraktekan male involvement ada protes dari keluargaku yang lain karena tatanan yang sudah terbangun turun temurun, namun di sinilah perubahan dimulai.
Pertemuan di tahun 2014 di Grand Cokro Jogjakarta bersama rekan-rekan dari Aliansi Baru, Fiesta dan Rifka Annisa selama pelatihan male involvement dan kepercayaan yang diberikan dan diperjuangkan oleh Mas M. Yusuf adalah embrio dari sebuah kesadaran perubahan diri.
Menjadi laki-laki baru merupakan keberanian untuk keluar dari lingkaran konstruksi sosial yang selama ini memberikan keistimewaan sebagai laki-laki dan juga perilaku hegemoni.
Membantu isteri melakukan pekerjaan domistik walau itu hal yang kecil, mendatangkan kebahagiaan tersendiri dan mulai membicarakan kesetaraan seksualitas suami isteri merupakan pengalaman baru yang membuat keintiman dan keberhargaan itu menjadi indah sebagai kekuatan kehidupan suami isteri.
Belajar untuk menggunakan kata TOLONG, TERIMA KASIH dan MAAF walau kaku diawalnya karena kehidupan selama ini sebagai kepala marga yang harus dilayani, hanya memerintah jika menginginkan sesuatu dan selalu dianggap benar adalah tabu menggunakan 3 kata diatas namun dari sinilah langkah baru itu dimulai sebagai seorang ayah.
Pengalaman berharga ini, membuatku untuk memberkati orang lain sehingga dalam keseharian berusaha menterjemahkannya dalam program.
Menjadi sesuatu yang luar biasa dalam hidup tatkala bisa mengadopsi dan mengadaptasi dalam nilai perubahan religius, sebagai bagian dari tanggung jawab pastoral.
Pengalaman indah saat memadukan konsep male involvement dengan kebenaran Alkitab menjadi dorongan kuat untuk mengembalikan hati bapak-bapak kepada anak-anak, dan mendorong laki-laki hidup sebagai suami yang mengasihi isteri sebagai teman pewaris kasih karunia. Perpaduan ini membuka mata laki-laki bahwa sebenarnya pelibatan laki-laki yang memiliki konsep kesetaraan gender menjadi solusi dalam persoalan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.

Berjalan bersama TUHAN - Part 7

Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...