Rabu, 06 Februari 2019

Data Kasus HIV dan Geografis Papua


Bahan mentah DATA adalah FAKTA, dan fakta adalah sesuatu yang sudah terjadi. Data kasus HIV yang saat ini menjadi polimik menunjukan kepada kita bahwa HIV telah menembus batas geografis Papua.

Sejak 23 Desember 1992, laporan penemuan kasus HIV di Papua (pada waktu itu masih bernama Irian Jaya) oleh tim dari Dinas Kesehatan Provinsi setelah mengeluarkan Laporan Perjalanan Dinas Survei Penyakit Kelamin di Kabupaten Tingkat II Merauke pada Tahun 1992 bernomor 20/443.2/PP/93 tertanggal 13 Januari 1993. Dari Laporan ini, tertuang telah ditemukan 6 Kasus HIV; 2 diantaranya adalah Wanita Pekerja Seks orang Indonesia dan 4 Laki-laki ber-Warga Negara Asing sampai dengan September 2018, kasus di Papua sudah mencapai angka 38.874 kasus.

38.874 Kasus yang ditemukan di Papua merupakan laporan dari 28 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Papua; laporan ini menunjukan bahwa HIV telah menembus rimba Papua serta melewati batas kesulitan transportasi yang selama ini menjadi keluhan masyarakat.
Banyak masyarakat berpendapat bahwa meningkatnya kasus HIV AIDS di Papua ini karena adanya prostitusi (lokalisasi) sehingga berdampak pada ditutupnya lokalisasi di Jayapura pada bulan Agustus 2015 dan pemulangan pekerja seks oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya pada bulan Juni 2015 lalu.

Jika benar, bahwa penyebab utamanya karena Lokalisasi, maka kenapa 2 Kabupaten yang mengembalikan Wanita Pekerja Seks Komersial masuk dalam 5 besar penyumbang kasus HIV AIDS di Papua; Kabupaten Jayawijaya dengan jumlah kasus 5.964 Kasus merupakan penyumbang nomor 3 dan Kabupaten Jayapura dengan jumlah kasus 2.918 adalah penyumbang kasus terbanyak nomor 5, dan kota Jayapura yang tidak memiliki lokalisasi merupakan penyumbang kasus terbanyak nomor 2 di Provinsi Papua dengan jumlah kasus sebanyak 6.189.

(Kisah salah satu Kabupaten di Provinsi Papua), disini tidak ada BAR, Diskotik, Panti Pijat dan Lokalisasi maupun warung remang-remang, namun Data Kemkes dari Januari - September 2016 terlaporkan 33 kasus HIV dari 403 tes HIV (8.19%) padahal jumlah penduduk di Kabupaten ini tidak sampai 60.000 jiwa yang tersebar di 5 distrik.
Data Dinkes setempat telah ditemukan 51 Kasus sampai Desemer 2016, Data Puskesmas setempat, mencatat yang sudah terapi ARV 35 orang, yang On ARV ada 15 Odha, LFU 14 dan meninggal 6.
Perjalanan ke Kabupaten ini membutuhkan perjuangan, merogoh dompet, menguras tenaga dan menantang nyali namun kenyataannya HIV menembus alam, membelah bumi, meninggalkan kerja yang tak mudah.
Cerita penanggulangan HIV di sinipun unik, dari sistim bayar kepala saat ada kematian karena AIDS, keterlambatan distribusi ARV, mahalnya transportasi ke layanan ARV serta kurangnya informasi.

Lalu kita berasumsi, data 38,874 kasus merupakan sebuah ketidak benaran yang sengaja diangkat ke permukaan untuk sebuah proyek tanpa memahami dengan benar dari mana asal data tersebut yang kemudian dipergunakan sebagai bahan dasar penyusunan program intervensi.
Jika melihat data estimasi sesuai dengan hasil survei 2013, maka diperkirakan kasus HIV AIDS di Papua sebanyak 71.094 Kasus dengan rasio jumlah Penduduk Papua adalah 3.091.047 Jiwa. Jika mengacu pada hitungan ini maka kita baru membongkar gunung es kasus HIV AIDS 45.32%.
HIV di Papua tidak saja menembus batas geografis, namun juga menembus batas umur dan status sosial.

Kemudina kita mengkambing hitamkan data sebagai sebuah sensasional proyek yang tidak memanusiakan setiap manusia di atas negeri ini.

Data merupakan pencerminan dari kerja selama 27 tahun ini. Seharusnya dengan data yang ada, bagaimana setiap elemen penanggulangan bersinergi melakukan kerja-kerja penanggulangan berbasis kearifan lokal dan tepat guna bagi peningkatan mutu hidup orang terinfeksi HIV.
Jika kita meragukan data yang dikeluarkan secara resmi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua sebagai representasi Pemerintah Daerah, maka kita lagi menempatkan Pemerintah Daerah Papua sebagai pelaku pembohongan publik terkait kasus HIV di Papua apalagi keraguannya datang dari sebuah lembaga resmi di bawah Pemerintah Daerah.

Selama terjun dalam penanggulangan HIV AIDS dan mendampingi orang yang terinveksi HIV sejak tahun 2002, saya tidak pernah ragu dengan setiap angka yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan, baik Provinsi maupun Kabupaten Kota.
Kenapa saya tidak ragu dengan data yang dikeluarkan, semenjak Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2018, Yayasan Cendrawasih Bersatu telah mendukung 22.958 ODHA baik yang sudah terapi ARV maupun yang belum terapi ARV di 7 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Papua. Orang terinfeksi HIV yang mendapat dukungan adalah kebenaran yang dapat dibuktikan.
Bahkan untuk tahun 2018, Yayasan Cendrawasih Bersatu selain memberikan dukungan kepada ODHA yang terapi ARV untuk kepatuhannya, dari Januari sampai dengan Desember 2018, YCB telah merujuk kembali 436 Orang terinfeksi HIV yang lost to follow up ARV untuk memulai terapi ARV setelah putus obat.

Melihat fenome ini, maka penanggulangan HIV AIDS di Papua harus tepat sasaran dan tepat guna, jika tidak maka kita akan menciptakan masalah baru, yakni stigma dan diskriminasi yang dikarenakan pendekatan kita. 3 Komponen penting dalam penanggulangan HIV dan AIDS yakni Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS (yang di dalamnya ada banyak stakeholder / pemangku kepentingan) dan Masyarakat harus duduk sejajar dalam pembahasan rencana strategi penanggulangan HIV dan AIDS di Papua.

Selama 3 komponen ini tidak bersinergi, maka penanggulangan HIV dan AIDS hanyalah sebuah kerja membanting tulang tanpa hasil. Kita akan seperti orang yang menjaring angin. Dan yang ada hanyalah keputus asaan melihat peningkatan kasus baru dan kematian karena AIDS.
HIV menembus batas geografis Papua sesuai dengan data yang dapat dipertanggung jawabkan oleh Dinas Kesehatan Papua dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, merupakan dorongan untuk semua elemen mengambil peran bermakna tanpa harus menyalahkan yang lain, karena penanggulangan HIV dan AIDS terutama bagi kita di Papua yang levelnya sudah pada populasi umum.

Jika kita saling menyalahkan dan berdebat kusir, maka HIV akan menari-nari; karena data menunjukan bahwa Lost to follow up ARV di Papua 37.26% dan kita baru membongkar fenomena gunung es 45.32%.



Oleh
Pdt. Sefnat JD. Lobwaer
Ketua Yayasan Cendrawasih Bersatu
Sekretaris Daerah GSJA Papua


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berjalan bersama TUHAN - Part 7

Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...