Minggu, 01 Februari 2015

TELAAHAN

oleh;
Sefnat JD. Lobwaer
Dalam Rangka Advokasi Rencana Penutupan Lokasi Transaksi Seksual di Wogekel, Distrik Ilwayab Oleh Bupati Merauke.



A.     PERSOALAN
A.1. Situasi IMS, HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke.
Estimasi tahun 2014; Orang Terinfeksi HIV di Kabupaten Merauke sebanyak 4910 Orang sesuai dengan hasil Prevalensi HIV di Tanah Papua 2,3% (hasil STHP 2013) Sampai dengan September 2014 telah ditemukan sebanyak 1726 Kasus (Orang terinfeksi) HIV – AIDS (Data Dinkes September 2014) hal ini menunjukan masih ada 3175 Kasus (Orang ternifeksi) HIV yang tersembunyi ditengah-tengah masyarakat. 3175 inilah yang menjadi sumber penularan tersembunyi yang merupakan tantangan untuk segera ditemukan.
Sejak tahun 2003, pencatatan Kasus HIV di Kabupaten Merauke sudah memenuhi standar WHO dan Kementrian Kesehatan RI. Dari tahun 2003 sampai dengan Agustus 2014 (data laporan Pusat Kesehatan Reproduksi) menunjukan bahwa kasus tertinggi ada pada ibu-ibu rumah tangga jika dibandingkan dengan Wanita Pekerja Seks.
 

Grafik 1
Penyebaran HIV menurut Pekerjaan tahun 2003 s/d Agustus 2014

Hal ini menunjukan bahwa kita memasuki fase Epidemi HIV berbalik arah dan membutuhkan kerja-kerja secara sistematik dan terukur sebagaimana pencegahan dan penanggulangan di kalangan Pekerja Seks. Sesuai dengan hasil Presentasi Dr. Inge Silvya pada Lokakarya Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dalam Rangka Kunjungan dan Studi Banding Tim Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara menunjukan bahwa Kabupaten Merauke dapat menekan laju epidemi IMS, HIV dan AIDS dikalangan Pekerja Seks.


     Tahun
Pemakaian
Kondom
IMS / GO
2001
?
23,87
2002
73,06
29.92
2003
85,78
12.30
2004
83,06
8.96
2005
84,42
8.24
2006
82,18
9.15
2007
82,83
9.02
2008
95,66
5.27
2009
98,05
4.69
2010
98,45
3.83
2011  
98,73
5,91
2012
98,46
4,37

Tabel 1
Presentasi Penggunaan Kondom vs GO
Tahun 2002 s/d Tahun 2012

Tahun
Pemakaian
Kondom
          IMS
     GO LAMA
          IMS / 
       GO BARU
2013
99,03
3,75
10,6
    Agst 2014
98,46
4,13
4,6
Tabel 2
Presentasi Penggunaan Kondom vs GO
Pekerja Lama vs Pekerja BAru
Tahun 2013 s/d Tahun 2014

Dari data ini menunjukan bahwa Kabupaten Merauke telah berhasil dalam menekan lajunya epidemi IMS, HIV dan AIDS dikalangan Pekerja Seksual. Dengan kesadaran dari Pekerja Seks untuk membantu Pemerintah menekan laju epidemi ini disebabkan terkonsentrasinya (terlokalisir) para pekerja seks sehingga mempermudah pemantauan dan pembinaan.

Sebagai perbandingan Target Nasional untuk Gonore (GO) di kalangan Kelompok Risti (Pekerja Seks) adalah 10 %, dari data yang dimiliki ternyata Kabupaten Merauke dapat menekan dibawah standar Nasional yakni 3 % sampai dengan 4 % sedangkan target Nasional untuk Sifilis di kalangan Pekerja Seks adalah 1% dan Kabupaten Merauke hanya 0,1% hal ini berbanding terbalik dengan Gonore dan Sifilis di Masyarakat.
Target Nasional untuk Sifilis  di Masyarakat adalah 0,1%  namun di Kabupaten Merauke 6 - 10 % (pada kelompok tertentu yakni du Lapas dan Masyarakat Wanam), sedangkan untuk Gonore (GO) di Masyarakat Kabupaten Merauke sangat tinggi yakni 10 – 20 %.
Estimasi Papua, HIV di Kabupaten Merauke adalah 2,3 – 2,6% namun Kabupaten Merauke berhasil menekan hanya 1,2% untuk Masyarakat Umum sedangkan untuk Pekerja Seks justru dalam 3 tahun terakhir ini belum menemukan kasus HIV;  kasus HIV yang ditemukan dikalangan Pekerja Seks saat ini adalah kasus dari Luar.

Pencapaian ini terjadi karena baik Pekerja Seks yang berada di Merauke maupun Pekerja Seks yang berada di Wogekel telah diberlakukan sistem pemantauan yang ketat sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Merauke tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
Mengacu pada Perda nomor 5 tahun 2003 yang kemudian diganti dengan Perda nomor 3 tahun 2013, mengamanatkan untuk pemeriksaan rutin sehingga dengan mudah Pemerintah Daerah dapat memantau epidemi dikalangan pekerja malam.

Kabupaten Merauke yang semula berada diurutan pertama penyumbang kasus HIV dan AIDS terbanyak di Provinsi Papua, namun dengan pemantauan yang ketat di tempat hiburan malam dan kampanye pencegahan di masyarakat umum, menunjukan hasil dimana saat ini Kabupaten Merauke berada di urutan ke 5 setelah Kabupaten Mimika, Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Nabire, dan diprediksi bahwa Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak dan Kabupaten Paniai akan melewati Kabupaten Merauke.
Keberhasilan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS telah menghentar Kabupaten Merauke tempat pembelajaran bagi kabupaten kota lainnya di Ripublik Indonesia ini; dalam 4 tahun terakhir telah berdatangan beberapa Kabupaten Kota ke Kabupaten Merauke melakukan pembelajaran pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; yakni Kabupaten Biak, Kabupaten Kaimana, Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Bentuni, Kabupaten Kutai Kartanegara, Riau dan Gorontalo.
Salah satu pembelajaran penting yang ingin didapat dari daerah-daerah yang ke Kabupaten Merauke adalah bagaimana Kabupaten Merauke dapat menekan laju epodemi di Lokalisasi dan Tempat Hiburan Malam.

Dari 20 Distrik yang ada di Kabupaten Merauke, 14 Distrik telah melakukan Pemeriksaan HIV di Puskesmas dan 12 Distrik telah melaporkan penemuan Kasus HIV. Ke 12 Distrik tersebut adalah: 1) Distrik Merauke; 2) Distrik Semangga; 3) Distrik Tanah Miring; 4) Distrik Kurik; 5) Distrik Malind; 6) Distrik Jagebob; 7) Distrik Okaba; 8) Distrik Ilwayab; 9) Distrik Sota; 10) Distrik Muting; 11) Distrik Bupul dan 12) Distrik Ulilin. Numan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) sudah ada dihampir seluruh Distrik yang ada.

Dari 12 Distrik yang melaporkan kasus HIV dan AIDS, 5 Distrik terbanyak Kasus HIVnya adalah: 1) Distrik Merauke dengan jumlah temuan kasus sebanyak 1.100 Kasus; 2) Distrik Kurik dengan temuan sebanyak 15 Kasus; 3) Distrik Jagebob dengan temuan sebanyak 11 Kasus; 4) Distrik Semangga dengan temuan sebanyak 10 Kasus dan 5) Distrik Tanah Miring dengan temuan sebanyak 10 Kasus.

A.2. Penutupan Lokasi Hiburan Malam di Wogekel, Distrik Ilwayab.
Rencana penutupan Lokasi Hiburan Malam di Wogekel adalah point penting dalam telaahan ini. Wogekel merupakan salah satu tempat selain Distrik Merauke yang memiliki Lokasi Hiburan Malam yang disinyalir sebagai akar masalah kekerasan dalam rumah tangga sehingga pemerintah merencanakan penutupan.
Namun jika dilihat dari data kasus HIV di Wogekel Distrik Ilwayab sangat kecil, yakni dari 40 tes HIV yang terlaporkan hanya ditemukan 1 kasus HIV dan dari Pemeriksaan HIV yang dilakukan oleh TIM dari Merauke bekerja sama dengan RS Perusahan  di Wogekel dari 170 orang yang melakukan tes HIV tidak ditemukan kasus HIV begitupula dengan laporan RS bahwa dalam 3 bulan terakhir tidak ditemukan kasus HIV maupun IMS di kalangan Pekerja Hiburan Malam yang bekerja diatas 1 bulan. 3 kasus HIV yang ditemukan di tahun 2014 merupakan kasus dikalangan pekerja seks yang baru datang, sehingga melalui kebijakan lokal segera dikembalikan ke tempat asalnya sehingga dapat menekan bahkan menutup penularan HIV dari kalangan pekerja seks.

A.     PRA ANGGAPAN
Terjadinya penutupan.
Dampak yang dikwatirkan terjadi jika ditutup adalah:
1.      Wogekel dengan kehadiran Perusahan yang memobilisasi banyak pekerja laki-laki hidup jauh dari pasangan akan berdampak pada transaksi seks tersembunyi.
2.      Karena tidak adanya Wanita Pekerja Seks maka pelampiasan hasrat seksual pekerja laki-laki adalah anak-anak remaja bahkan ibu-ibu rumah tangga lainnya, apalagi jika diperhadapkan dengan kebutuhan ekonomi.
Kaum perempuan menjadi sasaran empuk pelampiasan hasrta seksual; kebutuhan biologis dan kebutuhan ekonomi melebur menjadi satu dan sudah menjadi satu pekat yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan di tengah masyarakat
3.      Terbukanya peluang untuk terjadinya kekerasan seksual pada kaum wanita (pemerkosaan) sebagai pelampiasan hasrat seksual.
4.      Dari 170 orang hampir 85 % adalah karyawan laki-laki yang aktif seks; yang di tes IMS (Sifilis) ditemukan 7,06%, dengan penutupan ini maka akan terjadi penularan Sifilis ditengah-tengah masyarakat dan merupakan pintu masuk HIV.
5.      Tidak terpantau transaksi seks maupun miras yang berdampak langsung pada peningkatan kasus HIV dan IMS ditengah-tengah masyarakat.
6.      Penutupan tempat hiburan malam bukan hanya berbampak langsung pada sektor kesehatan tetapi dampak yang terbesar pada kehidupan sosial masyarakat.

B.     ANALISA MASALAH
             Opsi 1. JIKA DITUTUP.
Secara langsung meniadakan kegiatan transaksi seksual ditempat hiburan malam namun tidak menjamin tidak terjadi transaksi seksual.
Sebagaimana sudah dikemukan dalam pra anggapan bahwa akan muncul masalah lain yang sangat berpotensi menimbulkan gejolak sosial baru bagi masyarakat.
Dampak dari persoalan sosial baru ini adalah; meningkatnya kost pengobatan masyarakat karena penyakit IMS, HIV dan AIDS; Dan karena HIV dan AIDS berdampak langsung pada kelangsungan hidup sebuah komunitas maka akan mempengaruhi kehidupan berkeluarga; miningkatnya persoalan kriminal ditengah kehidupan bermasyarakat karena persoalan miras dan pemerkosaan.

Opsi 2. JIKA TIDAK DITUTUP
Karena lokasi transaksi seks (tempat hiburan malam) berada ditengah-tengah masyarakat maka dipandang dari sisi pendidikan sesksual hal ini tidak sehat bagi perkembangan seksual masyarakat.
Disisi lain, juga mengganggu kehidupan bermasyarakat, karena masyarakat melihat langsung masalah kemerosotan moral ditengah-tengah lingkungan dimana terjadi seks berganti-ganti pasangan.

Opsi 3. RELOKASI
Belajar dari Kota Merauke di tahun 1992 dimana transaksi seks berada ditengah-tengah masyarakt sehingga tidak terkontrolnya kasus IMS dan HIV, sehingga Kota Merauke adalah Kabupaten dengan kasus IMS tertinggi di Indonesia dan masuk dalam jajaran Kabupaten penyumbang kasus HIV terbanyak di Indonesia, namun dengan relokasi dan terkonsentrasi di satu tempat maka saat ini kita dapat menekan laju epidemi dan menjadi tempat pembelajaran dari daerah-daerah lain di Indonesia bahkan menjadi perhatian dunia.
Dampak dari Relokasi adalah:
1.      Secara sosial tidak akan menggangu kehidupan bermasyarakat karena jauh dari pemukiman masyarakat.
2.      Epidemi IMS, HIV dan AIDS bisa terkontrol dengan penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Merauke Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pencegahaan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
3.      Secara mobilisasi kependudukan dapat terpantau langsung oleh Aparat Pemerintah disemua tingkatan.
4.      Peredaran Minuman Keras dapat terpantau dengan penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Merauke Nomor 8Tahun 2014 tentang Minuman Keras.
5.      Tempat-tempat hiburan malam dapat dikontrol perijinannya sehingga berdampak pada PAD.
6.      Meminimalisir tindakan kriminal ditengah-tengah masyarakat.

C.     KESIMPULAN
Setelah melihat persoalan IMS, HIV dan AIDS yang ada saat ini dimana bukan lagi para pekerja seks yang menjadi penyumbang terbesar tetapi adalah Ibu Rumah Tangga, Pekerja Swasta dan Para Petani, juga menilik pada analisa pra anggapan dan analisa sosial maka kesimpulan yang terbaik untuk memecahkan persoalan sosial di Wogekel adalah RELOKASI.
Artinya bahwa semua tempat hiburan malam ditempatkan disatu tempat yang jauh dari pemukiman masyarakat.

Relokasi ini juga merupakan keingginan dari masyarakat pada saat pertemuan Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Merauke Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS di Wogekel pada 15 September 2014 meminta agar tempat-tempat hiburan malam di relokasi.

D.     SARAN
Berdasarkan analisa dan kesimpulan di atas maka kami sarankan langkah yang diambil adalah RELOKASI TEMPAT HIBURAN MALAM dari tempat yang sekarang ke tempat yang jauh di luar Wogekel, kira-kira 2 sampai dengan 3 kilometer (lokalisasinya).

Dengan relokasi (LOKALISASI) maka mempermudah Peran Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana serta Dinas Pendapat Daerah dalam pemantauan sesuai dengan tugas dan fungsinya, yang saat ini belum berperan dengan baik.

Dengan Relokasi (LOKALISASI) maka pemantauan terkait peredaran miras yang selama ini tidak terpantau dan bahkan tidak berdampak pada PAD dikarenakan miras yang beredar adalah buatan Cina maka Dinas Pendapat Daerah dan Kepolisian sangat dengan mudah memantau sehingga berdampak langsung pada PAD.

Dengan Relokasi (LOKALISASI) maka Dinas Kebudayaan dan Periwisata, Dinas Tenaga Kerja dengan mudah dapat memantau perijinan  yang selama ini tidak ada sehingga juga berdampak langsung dengan peningkatan pendapatan melalui Pajak.

Dengan Relokasi (LOKALISASI) Dinas Sosial dapat dengan mudah melakukan pembinaan kepada warga pekerja seks sehingga diharapkan para pekerja seks akan meninggalkan pekerjaan dengan kesadaran sendiri.

Dengan Relokasi (LOKALISASI) Bagian Hukum Setda Merauke bersama Satpol PP dan Tim Justitia dapat dengan mudah melakukan penegakan sanksi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS sehingga berdampat pada PAD.

E.      PENUTUP

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Merauke, Dinas Kesehatan dan LSM BPKM Yasanto telah beberapa kali memantau situasi epidemologi dan dampak sosial masyarakat dengan merebaknya tempat hiburan malam di Wogekel dan merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah untuk merelokasi tempat-tempat hiburan malam di satu tempat (LOKALISASI), apabila suatu daerah secara terbuka menyatakan adanya TEMPAT HIBURAN MALAM atau Lokalisasi justru dapat menekan dampak Kesehatan dan Sosial Kemasyarakatan yakni cakupam IMS dan HIV rendah karena lebih terkendali pembinaan sosial dan kesehatannya dari pada suatu daerah secara tertutup dan tidak mengakui adanya Lokalisasi Tempat Hiburan Malam justru dampak kesehatan dan sosial kemasyarakatan tinggi (cakupan IMS, HIV tinggi, pemerkosaan juga tinggi)

Telaahan ini dibuat sebagai bahan advokasi kepada Bapak Bupati Merauke agar menjadi pertimbangan terkait  rencana penutupan tempat-tempat hiburan malam di Wogekel, Distrik Ilwayab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berjalan bersama TUHAN - Part 7

Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...