Sefnat JD. Lobwaer
Dalam Rangka Advokasi Rencana Penutupan Lokasi Transaksi Seksual di Wogekel, Distrik Ilwayab Oleh Bupati Merauke.
A.
PERSOALAN
A.1. Situasi
IMS, HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke.
Estimasi tahun 2014; Orang Terinfeksi HIV di
Kabupaten Merauke sebanyak 4910 Orang sesuai dengan hasil Prevalensi HIV di
Tanah Papua 2,3% (hasil STHP 2013)
Sampai dengan September 2014 telah ditemukan sebanyak 1726 Kasus (Orang
terinfeksi) HIV – AIDS (Data Dinkes
September 2014) hal ini menunjukan masih ada 3175 Kasus (Orang ternifeksi)
HIV yang tersembunyi ditengah-tengah masyarakat. 3175 inilah yang menjadi
sumber penularan tersembunyi yang merupakan tantangan untuk segera ditemukan.
Sejak tahun 2003, pencatatan Kasus HIV di
Kabupaten Merauke sudah memenuhi standar WHO dan Kementrian Kesehatan RI. Dari
tahun 2003 sampai dengan Agustus 2014 (data laporan Pusat Kesehatan Reproduksi)
menunjukan bahwa kasus tertinggi ada pada ibu-ibu rumah tangga jika dibandingkan
dengan Wanita Pekerja Seks.
Grafik 1
Penyebaran HIV menurut Pekerjaan tahun 2003 s/d
Agustus 2014
Hal ini menunjukan bahwa kita memasuki fase
Epidemi HIV berbalik arah dan membutuhkan kerja-kerja secara sistematik dan
terukur sebagaimana pencegahan dan penanggulangan di kalangan Pekerja Seks.
Sesuai dengan hasil Presentasi Dr. Inge Silvya pada Lokakarya Pencegahan dan
Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dalam Rangka Kunjungan dan Studi Banding Tim
Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara menunjukan bahwa Kabupaten Merauke dapat
menekan laju epidemi IMS, HIV dan AIDS dikalangan Pekerja Seks.
Tahun
|
Pemakaian
Kondom
|
IMS / GO
|
2001
|
?
|
23,87
|
2002
|
73,06
|
29.92
|
2003
|
85,78
|
12.30
|
2004
|
83,06
|
8.96
|
2005
|
84,42
|
8.24
|
2006
|
82,18
|
9.15
|
2007
|
82,83
|
9.02
|
2008
|
95,66
|
5.27
|
2009
|
98,05
|
4.69
|
2010
|
98,45
|
3.83
|
2011
|
98,73
|
5,91
|
2012
|
98,46
|
4,37
|
Tabel 1
Presentasi Penggunaan Kondom vs GO
Tahun 2002 s/d Tahun 2012
Tahun
|
Pemakaian
Kondom
|
IMS /
GO LAMA |
IMS /
GO BARU |
2013
|
99,03
|
3,75
|
10,6
|
Agst 2014
|
98,46
|
4,13
|
4,6
|
Tabel 2
Presentasi Penggunaan Kondom vs GO
Pekerja Lama vs Pekerja BAru
Pekerja Lama vs Pekerja BAru
Tahun 2013 s/d Tahun 2014
Dari data ini menunjukan bahwa Kabupaten Merauke
telah berhasil dalam menekan lajunya epidemi IMS, HIV dan AIDS dikalangan
Pekerja Seksual. Dengan kesadaran dari Pekerja Seks untuk membantu Pemerintah
menekan laju epidemi ini disebabkan terkonsentrasinya (terlokalisir) para
pekerja seks sehingga mempermudah pemantauan dan pembinaan.
Sebagai perbandingan Target Nasional untuk Gonore
(GO) di kalangan Kelompok Risti (Pekerja Seks) adalah 10 %, dari data yang
dimiliki ternyata Kabupaten Merauke dapat menekan dibawah standar Nasional
yakni 3 % sampai dengan 4 % sedangkan target Nasional untuk Sifilis di kalangan
Pekerja Seks adalah 1% dan Kabupaten Merauke hanya 0,1% hal ini berbanding
terbalik dengan Gonore dan Sifilis di Masyarakat.
Target Nasional untuk Sifilis di Masyarakat adalah 0,1% namun di Kabupaten Merauke 6 - 10 % (pada
kelompok tertentu yakni du Lapas dan Masyarakat Wanam), sedangkan untuk Gonore
(GO) di Masyarakat Kabupaten Merauke sangat tinggi yakni 10 – 20 %.
Estimasi Papua, HIV di Kabupaten Merauke adalah
2,3 – 2,6% namun Kabupaten Merauke berhasil menekan hanya 1,2% untuk Masyarakat
Umum sedangkan untuk Pekerja Seks justru dalam 3 tahun terakhir ini belum
menemukan kasus HIV; kasus HIV yang
ditemukan dikalangan Pekerja Seks saat ini adalah kasus dari Luar.
Pencapaian ini terjadi karena baik Pekerja Seks
yang berada di Merauke maupun Pekerja Seks yang berada di Wogekel telah
diberlakukan sistem pemantauan yang ketat sesuai dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Merauke tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
Mengacu pada Perda nomor 5 tahun 2003 yang
kemudian diganti dengan Perda nomor 3 tahun 2013, mengamanatkan untuk
pemeriksaan rutin sehingga dengan mudah Pemerintah Daerah dapat memantau
epidemi dikalangan pekerja malam.
Kabupaten Merauke yang semula berada diurutan
pertama penyumbang kasus HIV dan AIDS terbanyak di Provinsi Papua, namun dengan
pemantauan yang ketat di tempat hiburan malam dan kampanye pencegahan di
masyarakat umum, menunjukan hasil dimana saat ini Kabupaten Merauke berada di
urutan ke 5 setelah Kabupaten Mimika, Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan
Kabupaten Nabire, dan diprediksi bahwa Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak dan
Kabupaten Paniai akan melewati Kabupaten Merauke.
Keberhasilan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS
telah menghentar Kabupaten Merauke tempat pembelajaran bagi kabupaten kota
lainnya di Ripublik Indonesia ini; dalam 4 tahun terakhir telah berdatangan
beberapa Kabupaten Kota ke Kabupaten Merauke melakukan pembelajaran pencegahan
dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; yakni Kabupaten Biak, Kabupaten Kaimana, Kota
Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Bentuni, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Riau dan Gorontalo.
Salah satu pembelajaran penting yang ingin didapat
dari daerah-daerah yang ke Kabupaten Merauke adalah bagaimana Kabupaten Merauke
dapat menekan laju epodemi di Lokalisasi dan Tempat Hiburan Malam.
Dari 20 Distrik yang ada di Kabupaten Merauke, 14
Distrik telah melakukan Pemeriksaan HIV di Puskesmas dan 12 Distrik telah
melaporkan penemuan Kasus HIV. Ke 12 Distrik tersebut adalah: 1) Distrik Merauke; 2) Distrik Semangga; 3)
Distrik Tanah Miring; 4) Distrik
Kurik; 5) Distrik Malind; 6) Distrik Jagebob; 7) Distrik Okaba; 8) Distrik Ilwayab; 9)
Distrik Sota; 10) Distrik Muting; 11) Distrik Bupul dan 12) Distrik Ulilin. Numan Orang Dengan
HIV-AIDS (ODHA) sudah ada dihampir seluruh Distrik yang ada.
Dari 12 Distrik yang melaporkan kasus HIV dan
AIDS, 5 Distrik terbanyak Kasus HIVnya adalah: 1) Distrik Merauke dengan jumlah temuan kasus sebanyak 1.100 Kasus;
2) Distrik Kurik dengan temuan
sebanyak 15 Kasus; 3) Distrik
Jagebob dengan temuan sebanyak 11 Kasus; 4)
Distrik Semangga dengan temuan sebanyak 10 Kasus dan 5) Distrik Tanah Miring dengan temuan sebanyak 10 Kasus.
A.2. Penutupan
Lokasi Hiburan Malam di Wogekel, Distrik Ilwayab.
Rencana penutupan Lokasi Hiburan Malam di Wogekel
adalah point penting dalam telaahan ini. Wogekel merupakan salah satu tempat
selain Distrik Merauke yang memiliki Lokasi Hiburan Malam yang disinyalir
sebagai akar masalah kekerasan dalam rumah tangga sehingga pemerintah
merencanakan penutupan.
Namun jika dilihat dari data kasus HIV di Wogekel
Distrik Ilwayab sangat kecil, yakni dari 40 tes HIV yang terlaporkan hanya
ditemukan 1 kasus HIV dan dari Pemeriksaan HIV yang dilakukan oleh TIM dari
Merauke bekerja sama dengan RS Perusahan
di Wogekel dari 170 orang yang melakukan tes HIV tidak ditemukan kasus
HIV begitupula dengan laporan RS bahwa dalam 3 bulan terakhir tidak ditemukan
kasus HIV maupun IMS di kalangan Pekerja Hiburan Malam yang bekerja diatas 1
bulan. 3 kasus HIV yang ditemukan di tahun 2014 merupakan kasus dikalangan
pekerja seks yang baru datang, sehingga melalui kebijakan lokal segera
dikembalikan ke tempat asalnya sehingga dapat menekan bahkan menutup penularan
HIV dari kalangan pekerja seks.
A.
PRA ANGGAPAN
Terjadinya
penutupan.
Dampak yang dikwatirkan terjadi jika ditutup
adalah:
1.
Wogekel
dengan kehadiran Perusahan yang memobilisasi banyak pekerja laki-laki hidup
jauh dari pasangan akan berdampak pada transaksi seks tersembunyi.
2.
Karena tidak
adanya Wanita Pekerja Seks maka pelampiasan hasrat seksual pekerja laki-laki
adalah anak-anak remaja bahkan ibu-ibu rumah tangga lainnya, apalagi jika
diperhadapkan dengan kebutuhan ekonomi.
Kaum perempuan
menjadi sasaran empuk pelampiasan hasrta seksual; kebutuhan biologis dan
kebutuhan ekonomi melebur menjadi satu dan sudah menjadi satu pekat yang tidak
bisa terpisahkan dalam kehidupan di tengah masyarakat
3.
Terbukanya
peluang untuk terjadinya kekerasan seksual pada kaum wanita (pemerkosaan)
sebagai pelampiasan hasrat seksual.
4.
Dari 170 orang
hampir 85 % adalah karyawan laki-laki yang aktif seks; yang di tes IMS
(Sifilis) ditemukan 7,06%, dengan penutupan ini maka akan terjadi penularan
Sifilis ditengah-tengah masyarakat dan merupakan pintu masuk HIV.
5.
Tidak
terpantau transaksi seks maupun miras yang berdampak langsung pada peningkatan
kasus HIV dan IMS ditengah-tengah masyarakat.
6.
Penutupan
tempat hiburan malam bukan hanya berbampak langsung pada sektor kesehatan
tetapi dampak yang terbesar pada kehidupan sosial masyarakat.
B.
ANALISA MASALAH
Opsi 1. JIKA DITUTUP.
Secara langsung
meniadakan kegiatan transaksi seksual ditempat hiburan malam namun tidak
menjamin tidak terjadi transaksi seksual.
Sebagaimana sudah
dikemukan dalam pra anggapan bahwa akan muncul masalah lain yang sangat berpotensi
menimbulkan gejolak sosial baru bagi masyarakat.
Dampak dari persoalan
sosial baru ini adalah; meningkatnya kost pengobatan masyarakat karena penyakit
IMS, HIV dan AIDS; Dan karena HIV dan AIDS berdampak langsung pada kelangsungan
hidup sebuah komunitas maka akan mempengaruhi kehidupan berkeluarga;
miningkatnya persoalan kriminal ditengah kehidupan bermasyarakat karena
persoalan miras dan pemerkosaan.
Opsi 2. JIKA TIDAK DITUTUP
Karena lokasi
transaksi seks (tempat hiburan malam) berada ditengah-tengah masyarakat maka
dipandang dari sisi pendidikan sesksual hal ini tidak sehat bagi perkembangan
seksual masyarakat.
Disisi lain, juga
mengganggu kehidupan bermasyarakat, karena masyarakat melihat langsung masalah
kemerosotan moral ditengah-tengah lingkungan dimana terjadi seks berganti-ganti
pasangan.
Opsi 3. RELOKASI
Belajar dari Kota
Merauke di tahun 1992 dimana transaksi seks berada ditengah-tengah masyarakt
sehingga tidak terkontrolnya kasus IMS dan HIV, sehingga Kota Merauke adalah
Kabupaten dengan kasus IMS tertinggi di Indonesia dan masuk dalam jajaran
Kabupaten penyumbang kasus HIV terbanyak di Indonesia, namun dengan relokasi
dan terkonsentrasi di satu tempat maka saat ini kita dapat menekan laju epidemi
dan menjadi tempat pembelajaran dari daerah-daerah lain di Indonesia bahkan
menjadi perhatian dunia.
Dampak dari
Relokasi adalah:
1.
Secara sosial
tidak akan menggangu kehidupan bermasyarakat karena jauh dari pemukiman
masyarakat.
2.
Epidemi IMS,
HIV dan AIDS bisa terkontrol dengan penerapan Peraturan Daerah Kabupaten
Merauke Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pencegahaan dan Penanggulangan IMS, HIV dan
AIDS.
3.
Secara
mobilisasi kependudukan dapat terpantau langsung oleh Aparat Pemerintah disemua
tingkatan.
4.
Peredaran
Minuman Keras dapat terpantau dengan penerapan Peraturan Daerah Kabupaten
Merauke Nomor 8Tahun 2014 tentang Minuman Keras.
5.
Tempat-tempat
hiburan malam dapat dikontrol perijinannya sehingga berdampak pada PAD.
6.
Meminimalisir
tindakan kriminal ditengah-tengah masyarakat.
C.
KESIMPULAN
Setelah melihat persoalan IMS, HIV dan AIDS yang
ada saat ini dimana bukan lagi para pekerja seks yang menjadi penyumbang
terbesar tetapi adalah Ibu Rumah Tangga, Pekerja Swasta dan Para Petani, juga
menilik pada analisa pra anggapan dan analisa sosial maka kesimpulan yang
terbaik untuk memecahkan persoalan sosial di Wogekel adalah RELOKASI.
Artinya bahwa semua tempat hiburan malam
ditempatkan disatu tempat yang jauh dari pemukiman masyarakat.
Relokasi ini juga merupakan keingginan dari
masyarakat pada saat pertemuan Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Merauke
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS di
Wogekel pada 15 September 2014 meminta agar tempat-tempat hiburan malam di
relokasi.
D.
SARAN
Berdasarkan analisa dan kesimpulan di atas maka
kami sarankan langkah yang diambil adalah RELOKASI TEMPAT HIBURAN MALAM dari
tempat yang sekarang ke tempat yang jauh di luar Wogekel, kira-kira 2 sampai
dengan 3 kilometer (lokalisasinya).
Dengan relokasi (LOKALISASI) maka mempermudah Peran Dinas Sosial, Dinas
Tenaga Kerja, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana serta Dinas Pendapat Daerah dalam pemantauan sesuai dengan
tugas dan fungsinya, yang saat ini belum berperan dengan baik.
Dengan Relokasi (LOKALISASI) maka pemantauan terkait peredaran miras yang
selama ini tidak terpantau dan bahkan tidak berdampak pada PAD dikarenakan miras
yang beredar adalah buatan Cina maka Dinas Pendapat Daerah dan Kepolisian
sangat dengan mudah memantau sehingga berdampak langsung pada PAD.
Dengan Relokasi (LOKALISASI) maka Dinas Kebudayaan dan Periwisata, Dinas
Tenaga Kerja dengan mudah dapat memantau perijinan yang selama ini tidak ada sehingga juga
berdampak langsung dengan peningkatan pendapatan melalui Pajak.
Dengan Relokasi (LOKALISASI) Dinas Sosial dapat dengan mudah melakukan
pembinaan kepada warga pekerja seks sehingga diharapkan para pekerja seks akan
meninggalkan pekerjaan dengan kesadaran sendiri.
Dengan Relokasi (LOKALISASI) Bagian Hukum Setda Merauke bersama Satpol PP
dan Tim Justitia dapat dengan mudah melakukan penegakan sanksi Perda Nomor 3
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS sehingga
berdampat pada PAD.
E.
PENUTUP
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Merauke, Dinas Kesehatan dan LSM
BPKM Yasanto telah beberapa kali memantau situasi epidemologi dan dampak sosial
masyarakat dengan merebaknya tempat hiburan malam di Wogekel dan
merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah untuk merelokasi tempat-tempat
hiburan malam di satu tempat (LOKALISASI), apabila suatu daerah secara terbuka
menyatakan adanya TEMPAT HIBURAN MALAM atau Lokalisasi justru dapat menekan
dampak Kesehatan dan Sosial Kemasyarakatan yakni cakupam IMS dan HIV rendah
karena lebih terkendali pembinaan sosial dan kesehatannya dari pada suatu
daerah secara tertutup dan tidak mengakui adanya Lokalisasi Tempat Hiburan
Malam justru dampak kesehatan dan sosial kemasyarakatan tinggi (cakupan IMS,
HIV tinggi, pemerkosaan juga tinggi)
Telaahan ini dibuat sebagai bahan advokasi kepada Bapak Bupati Merauke agar menjadi pertimbangan terkait rencana penutupan tempat-tempat hiburan malam
di Wogekel, Distrik Ilwayab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar