Kamis, 01 Januari 2015

PROGRAM PENCEGAHAN IMS, HIV DAN AIDS DI LOKALISASI YOBAR MERAUKE.



Ditulis oleh: Sefnat JD. Lobwaer
PP KPAK  Merauke


A.     SITUASI HIV di MERAUKE

Estimasi tahun 2014; Orang Terinfeksi HIV di Kabupaten Merauke sebanyak 4901 ODHA, sesuai dengan hasil Prevalensi HIV di Tanah Papua 2,3% (hasil IBBS 2013). Sampai dengan September 2014 telah ditemukan sebanyak 1726 Kasus (Orang terinfeksi) HIV – AIDS (Data Dinkes September 2014), hal ini menandakan masih ada 3175 Kasus (Orang ternifeksi) HIV yang tersembunyi ditengah-tengah masyarakat. 3175 inilah yang menjadi sumber penularan tersembunyi yang merupakan tantangan untuk segera ditemukan (fenomena Gunung Es). Dari 1726 kasus, sebanyak 897 kasus adalah HIV dan 829 kasus sudah masuk tahap AIDS sedangkan yang meninggal dari 1726 kasus ini sebanyak 432 kasus.
Sejak tahun 2003, pencatatan Kasus HIV di Kabupaten Merauke sudah mulai tertata sesuai yang diharapkan oleh WHO dan Kementrian Kesehatan RI. Dari tahun 2003 sampai dengan September 2014 (data laporan Pusat Kesehatan Reproduksi) menunjukan bahwa kasus tertinggi berada pada ibu-ibu rumah tangga jika dibandingkan dengan Wanita Pekerja Seks.
 

Grafik 1
Penyebaran HIV menurut Pekerjaan
Data VCT tahun 2003 s/d September 2014
(di analisa dari data Pusat Kesehatan Reproduksi – Merauke)

Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Merauke memasuki fase Epidemi HIV berbalik arah dan membutuhkan kerja-kerja secara sistematik dan terstruktur sebagaimana pencegahan dan penanggulangan di kalangan Pekerja Seks. Sesuai dengan hasil Presentasi Dr. Inge Silvya pada Lokakarya Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dalam Rangka Kunjungan dan Studi Banding Tim Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara menunjukan bahwa Kabupaten Merauke dapat menekan laju epidemi IMS, HIV dan AIDS dikalangan Pekerja Seks.
Penularan HIV masih di dominasi oleh umur-umur produktif yang merupakan Generasi Pembangun, sehingga intervensi program harus menyasar kepada umur-umur tersebut. Penularan terbanyak melalui hubungan seks, yakni 96% dengan rata-rata kasus pertahun antara 99 sampai dengan 100, dan rata-rata kematian pertahun antara 25 sampai dengan 26 kematian.



Grafik 2
Kasus HIV-AIDS menurut umur
Data VCT Tahun 2003 s/d September 2014
(di analisa dari data Pusat Kesehatan Reproduksi – Merauke)

Diagram 1
Cara Penularan HIV di Kabupaten Merauke

Kabupaten Merauke yang semula berada diurutan pertama penyumbang kasus HIV dan AIDS terbanyak di Provinsi Papua, namun dengan pemantauan yang ketat di tempat hiburan malam dan kampanye pencegahan di masyarakat umum, menunjukan hasil dimana saat ini Kabupaten Merauke berada di urutan ke 5 penyumbang kasus HIV-AIDS di Provinsi Papua setelah Kabupaten Mimika, Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Nabire, dan diprediksi bahwa Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak dan Kabupaten Paniai akan melewati Kabupaten Merauke.
Keberhasilan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS telah menghentar Kabupaten Merauke menjadi tempat pembelajaran bagi kabupaten kota lainnya di Ripublik Indonesia ini; dalam 4 tahun terakhir telah berdatangan beberapa Kabupaten Kota ke Kabupaten Merauke melakukan pembelajaran pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; yakni Kabupaten Biak, Kabupaten Kaimana, Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Bentuni, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Yahokimo dan Gorontalo.
Salah satu pembelajaran penting yang ingin didapat dari daerah-daerah  tersebut yang datang ke Kabupaten Merauke adalah bagaimana Kabupaten Merauke dapat menekan laju epodemi di Lokalisasi dan Tempat Hiburan Malam.

Dari 20 Distrik yang ada di Kabupaten Merauke, 14 Distrik telah melakukan Pemeriksaan HIV di Puskesmas dan 12 Distrik telah melaporkan penemuan Kasus HIV. Ke 12 Distrik tersebut adalah: 1) Distrik Merauke; 2) Distrik Semangga; 3) Distrik Tanah Miring; 4) Distrik Kurik; 5) Distrik Malind; 6) Distrik Jagebob; 7) Distrik Okaba; 8) Distrik Ilwayab; 9) Distrik Sota; 10) Distrik Muting; 11) Distrik Bupul dan 12) Distrik Ulilin. Numan Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) sudah ada dihampir seluruh Distrik yang ada.

Dari 12 Distrik yang melaporkan kasus HIV dan AIDS, 5 Distrik terbanyak Kasus HIVnya adalah: 1) Distrik Merauke dengan jumlah temuan kasus sebanyak 1.100 Kasus; 2) Distrik Kurik dengan temuan sebanyak 15 Kasus; 3) Distrik Jagebob dengan temuan sebanyak 11 Kasus; 4) Distrik Semangga dengan temuan sebanyak 10 Kasus dan 5) Distrik Tanah Miring dengan temuan sebanyak 10 Kasus.


A.     Program Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS
Di Lokalisasi Yobar.

Pada tahun 1992, merupakan penemuan kasus Pertama HIV di Papua (masih bernama Irian Jaya pada waktu itu), tepatnya di Kabupaten Merauke. Dari 6 kasus HIV yang ditemukan, 2 diantaranya adalah Wanita Pekerja Seks dan 4 orang lain yang adalah laki-laki ber-Warga Negara Asing (WNA).
Dari penemuan kasus di kalangan Wanita Pekerja Seks ini; melalui Laporan Perjalanan Dinas Survei Penyakit Kelamin di Kabupaten Tingkat II Merauke pada tahun 1992 dengan nomor 20/443.2/PP/93 tertanggal 13 Januari 1993, salah satu rekomendasi Penting adalah adanya Lokalisasi bagi Wanita Pekerja Seks. Mendirikan Lokalisasi in dalam rangka menekan laju penyebaran IMS, HIV dan AIDS di kalangan WPS.
Setelah penemuan kasus ini, kasus di kalangan WPS semakin meningkat dan mengkuatirkan, karena merambat sampai ke pelosok daerah terjauh di Pedalaman Kabupaten Merauke (kisah transaksi seks kayu gaharu), sehingga pada tahun 1999 oleh Praktisi Hukum dan Masyarakat Penduli HIV dan AIDS mengajukan 3 (tiga) rancangan peraturan daerah ke DPRD Kabupaten Merauke melalui Pemerintah Daerah.
Ketiga Raperda tersebut adalah Raperda Prostitusi, Raperda Kondom 100% dan Raperda Miras. Dalam perjalanan waktu, sampai dengan Tahun 2003 maka disahkanlah Raperda Kondom 100% menjadi Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke. Perubahan judul ini semata-mata untuk menghindari pro dan kontra dengan Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat lainnya.

Strategi Program.

Sejak adanya Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS yang di sahkan pada tanggal 15 November 2003, maka dimulai babak baru dalam intervensi pencegahan dan penularan di kalangan Wanita Pekerja Seks. Intervensi ini merupakan amanat Perda, karena sasaran yang diatur dalam muatan Perda ini adalah Wanita Pekerja Seks, Mucikari dan Pengelola serta Pelanggan, dengan dititik beratkan pada penggunaan kondom 100%.
Untuk menurunkan angka kasus IMS, HIV dan AIDS dikalangan WPS, sejak disahkannya Perda Nomor 5 Tahun 2003, Pemerintah Daerah melalui Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Merauke, Instansi Terkait dan Lembaga Swadaya Masyarakat mulai melakukan penyuluhan dan sosialisasi serta pendampingan di Kalangan WPS.
Pemeriksaan dan Pengobatan IMS, HIV dan AIDS ditata yakni tiap bulan dan hanya pada satu tempat yaitu Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR), di samping ketersediaan kondom (pendistribusian dan monitoring) dikelola dengan prinsip satu pintu.
Bukan hanya sistem layanan yang ramah terhadap Wanita Pekerja Seks, namun Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial menyediakan lahan untuk dijadikan Lokalisasi yang saat ini dinamakan Lokalisasi Yobar, sehingga sangat mempermudah sistem pembinaan dan kontrol.

Dalam mengendalikan peningkatan kasus HIV di Lokalisasi maka, ada beberapa kebijakan lokal telah dibuat dan disepakati bersama.
1.      Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Peencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS
2.      Komitmen Agustus 2006
a.      Menyepakati alur pemeriksaan WPS’ yakni;
·  WPS sebelum bekerja harus memeriksakan kesehatan di Pusat Kesehatan Reproduksi.
·        Pusat Kesehatan Reproduksi mengeluarkan surat keterangan Kesehatan
·       WPSTL segera melaporkan ke Disnaker untuk mendapat surat Perjanjian Kerja dan WPSL melaporkan ke Dinas Sosial
·    Setelah dari Disnaker dan Dinsos, melaporkan ke Kepolisian Bagian Bimbingan Masyarakat untuk mendapat kartu kuning.
·        Siap Bekerja.

b.  Jika ternyata dalam pemeriksaan Pusat Kesehatan Reproduksi, HIV Positif maka baik WPSL maupun WPSTL diberikan 2 pilihan:
·  Dipulangkan ke tempat asal oleh yang mendatangkan dengan biaya yang mendatangkan, dan jika yang bersangkutan memiliki hutang maka wajib diputihkan.
·    Jika tetap di Merauke, maka tidak bekerja sebagai PS dan memeriksakan diri di POKJA HIV RSUD.

3.      Kesepakatan 4 November 2009.
Hasil kesepakatan:
a.      Segera ditegakkan PERDA no 5 thn 2003, tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS
b.     Bagian Hukum SETDA Kab. Merauke segera membentuk Tim Penegak Perda dan akan di buat SK Bupati
c.     Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR) melaporkan setiap temuan kasus IMS dan HIV kepada Bupati Kab. Merauke CQ Bagian Hukum Setda Kab. Merauke
d.      Bagian Hukum akan mengusut mereka sesuai dengan Perda no 5 thn 2003
e.      Laporan PKR ditembuskan ke Dinkes dan KPA

4.      Kesepakatan Februari 2012.
a.    Kondom untuk pencegahan dan penanggulangan HIV tetap satu pintu yaitu melalui KPA Kab. Merauke.
b.  Menitoring Kondom di WPSL dilakukan seminggu sekali dan monitoring kondom di WPSTL sebulan sekali.
c.      Kondom dari KPAK Merauke, oleh Mucikari boleh dijual dengan harga Rp. 1000/3 Pcs.
d.   Hasil penjualan dikumpulkan disatu rekening untuk mengantisipasi berakhirnya bantuan kondom dari KPAN.
e.      Rekening ditanda tangani oleh 2 orang, dan dilapirkan tiap 3 bulan sekali. 


No
LEMBAGA
INTERFENSI PROGRAM
1
   Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab. Merauke
   Mengkoordinasi semua Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Lokalisasi Yobar
      Dinas Sosial
      Pembinaan Para Pekerja Seks
3
      Dinas Kesehatan
  Melalui Pusat Kesehatan Reproduksi memantau IMS, HIV dikalangan Pekerja Seks serta Program Kondom 100%
4
BPKM Yasanto
  Pendampingan KPP dikalangan PS dan Bekerja sama dengan PKR untuk Program Kondom 100%
5
RT Yobar
 Memastikan keamanan dan menjadi perpanjangan tangan Kelurahan maupun instansi lainnya dalam program pembinaan.
6
Kelurahan
  Memantau mobilisasi kependudukan dan bekerja sama dengan instansi lainnya dalam program pembinaan
7
Mucikari
  Memastikan ketersediaan kondom, keamanan PS dan bekerja sama dengan instansi terkait dalam program pembinaan
8
Kepolisian
      Keamanan
 
Tabel 1
Stakeholder di Lokalisasi Yobar

Program PMTS yang dilakukan di Lokalisasi Yobar; tidak memiliki Pokja untuk menggerakan semua kegiatan yang ada di Lokalisasi. Namun semua pergerakan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS baik itu terkait kebijakan, ketersediaan kondom, pemeriksaan kesehatan serta program perubahan prilaku dikoordinir langsung oleh Komisi Penanggulangan AIDS bersama semua instansi yang mengambil bagian didalamnya, bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Karena tidak memiliki Pokja PMTS di Lokalisasi, maka kekuatannya terletak pada pertemuan rutin/koordinasi yang dilakukan tiap 3 bulan sekali yang didanai oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Merauke.

Situasi saat adanya Perda.

Jika sejak tahun 1992 sampai dengan 2002, kasus HIV tertinggi adalah dikalangan Wanita Pekerja Seks, maka setelah diintervensi secara serius, dan melibatkan multi pihak dapat ditekan laju penularannya.
Pada tahun 2002, IMS dikalangan Wanita Pekerja Seks adalah 30% dengan penggunaan kondom 73% (data pengakuan, belum ada sistem yang dipakai untuk mengukur penggunaan kondom dikalangan pekerja seks), maka dari tahun ke tahun menunjukan penurunan yang sangat signifikan.
 

Tahun
IMS (GO) - Persentase
Penggunaan Kondom –
Persentase
Keterangan
2002
30 %
73 %
Sebelum ada Perda
2007
9 %
83 %
Sesudah ada Perda

2012
3 %
98 %
Setelah Penegakan Sanksi Perda

Data analisa laporan bulanan Pusat Kesehatan Reproduksi Merauke.
Tabel 2
Penggunaan Kondom versus IMS di Kalangan PS

Dari tabel ini menunjukan bahwa semakin tinggi kesadaran penggunaan kondom di kalangan Wanita Pekerja Seks maka semakin rendah IMS (GO) yang ditemukan
No
Triwulan
WPS Langsung
WPS Tidak Langsung
WPS Lama (%)
WPS Baru (%)
WPS Lama (%)
WPS Baru (%)
1
Triwulan 1
3,74
10
3,94
15,50
2
Triwulan 2
2,86
0
3,26
18,82
3
Triwulan 3
2,76
8,70
1,10
14,29
 
Data analisa laporan bulanan Pusat Kesehatan Reproduksi Merauke.
Tabel 3
IMS di Kalangan Pekerja Seks Tahun 2013

Dari tabel ini, menunjukan bahwa WPS yang baru di datangkan dari Luar Merauke untuk bekerja, menjadi penyumbang terbesar kasus IMS, sehingga mendongkrak presentase kasus di Merauke.
Jika di bandingkan dengan WPS Langsung maka WPS Tidak Langsung yang banyak menyumbang kasus IMS baik untuk Pekerja yang sudah bekerja yakni di atas 1 (satu) bulan maupun Pekerja yang baru didatangkan.
Dalam semester 1 Tahun 2013 (Januari sampai dengan Juni) IMS dikalangan Wanita Pekerja Seks Langsung yang bekerja sudah lebih dari 1 bulan adalah 3,3% dan yang baru datang 7,1% sedangkan untuk Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung yang bekerja sudah lebih dari 1 bulan yakni 7,1% dan yang baru datang 16,3%
Dengan penggunaan Kondom dalam hubungan seks seminggu terkahir adalah 99 % di kalangan WPS Langsung (Lokalisasi Yobar) dan 63% di Kalangan WPS Tidak Langsung (BAR, Diskotik dan Panti Pijat); 87% Kalangan WPS Tidak Langsung dalam melakukan hubungan seks dengan Pacar tidak menggunakan kondom, sedangkan 13% karena alasan lain, yakni di bayar mahal, dengan tamu tetap atau langganan, atau dalam keadaan mabuk.



Grafik 3
Jumlah Kondom yang distribusi di Lokalisasi

Pendistribusian kondom di tahun 2014 ke Lokalisasi menurun bukan karena penggunanya yang menurun, tetapi beberapa wisma telah menyediakan kondom mandiri sehingga tidak mengambil kondom dari Manajemen Lini Dua. Program 100% Kondom mulai digalakan tahun 2004, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di Lokalisasi. Sistem monitoring telah dilakukan dengan berbagai cara, dan sejak tahun 2008 menggunakan format yang diisi oleh Pekerja seks.
Dalam kasus HIV di kalang Wanita Pekerja Seks, dari tahun ke tahun juga dapat di tekan, terutama di kalangan Pekerja yang sudah lama (di atas 1 bulan bekerja). Kasus HIV di Kalangan Wanita Pekerja Seks, sejak tahun 2003 sampai dengan September 2014; sebanyak 68,31% adalah kasus ditemukan pada WPS yang baru di datangkan dan belum bekerja, sedangkan untuk yang sudah bekerja di atas 1 (satu) bulan hanya 31,79%. Artinya tiap tahun hanya di temukan 0,89%, atau 5 kasus dari 509 Wanita Pekerja Seks.

KASUS HIV SETELAH DISAHKAN PERDA NO 5 TAHUN 2003



T    A    H    U    N

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

PSK


Sebelum Penegakan Sanksi Perda
(%)
Sesudah Penegakan Sangsi Perda (%)



10.99
5,11
4,86
5,26
4,13
2,98
2,01
2,64
1,02
0,44



PRAMURIA


Sebelum Penegakan Sanksi Perda
 (%)
Sesudah Penegakan Sangsi Perda (%)



0,98
0,68
0,31
2,21
1,96
0,72
2,38
3,67
2,68
0,95



 

  Data analisa laporan bulanan Pusat Kesehatan Reproduksi Merauke.
Tabel 4
Kasus HIV dikalangan Pekerja Seks (Lama dan Baru)

Di sisi lain kesadaran penggunaan kondom di kalangan masyarakatpun meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan kuatnya kampanye Kondom yang dilakukan melalui media masa maupun melalui pemasangan banner dan baliho. Terbukti dari data yang dihimpun dari apotek-apotek yang ada, banyak lelaki pembeli seks membeli kondom. Dari hasil penelitian efektifitas Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS, 81% koresponden  mengetahui dan menyadari penggunaan kondom sebagai alat pencegah IMS, HIV dan AIDS.

Data Program PMTS di Lokalisasi Yobar.
a.      Jumlah Hospot                 
·        1 Lokalisasi Yobar
·        14 Wisma
·        160 Kamar
b.      Jumlah Populasi Kunci
·        Wanita Pekerja Seks sebanyak 104 WPS
·        LBT/Operator sebanyak 16 Orang
·        Pemimpin Wisma/Mucikari sebanyak 11 Orang
c.      Rata-rata tamu dalam sehari 211 tamu sampai dengan 249 tamu
d.      Kondom yang beredar di Lokalisasi berasal dari Kondom Program KPAN (Gratis) dan juga mandiri (yang dibeli sendiri)
e.      Layanan kesehatan (IMS, VCT dan PMTCT) untuk Warga Lokalisasi dilakukan di Pusat Kesehatan Reproduksi yang berjarak kira-kira 3 km. Dana mobilisasi disediakan oleh KPAK Merauke. Pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebulan sekali (jadwal sudah tersusun untuk 1 tahun)


Kebijakan lokal jika dijalankan dengan benar dan dimengerti oleh semua pelaku maupun sasaran kebijakan lokal maka sangat berdampak dalam penurunan kasus.
Kebijakan lokal merupakan kekuatan pembaharu sosial bukan sebagai polisi sosial. Dalam konteks pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; Penerapan Peraturan Daerah secara menyeluruh merupakan kekuatan daerah dalam pencegahan.
Penerapan Kebijakan Lokal, harus dilandasi oleh semangat kebersamaan dalam program pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS sebagai bentuk kecintaan terhadap daerah dan manusia yang hidup didaerah tersebut.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berjalan bersama TUHAN - Part 7

Menjadi Manusia BARU Efesua 4 : 17 - 32 Oleh : Ps. Sefnat JD. Lobwaer. Kehidupan yang diberikan oleh TUHAN YESUS sebagai anugerah bagi manus...